Latest Posts

Senin, 23 Maret 2020

Analisi Masalah Dan Penentuan Skala Prioritas Penanganan Masalah


SKALA PRIORITAS PENANGANAN MASALAH:
1.Pengambilan Air Tanah Berlebihan
Pengambilan air tanah secara berlebihan akan mengkibatkan mengurangnya jumlah airtanah pada suatu lapisan akuifer. Hilangnya airtanah ini menyebabkan terjadinya kekosongan pori – pori tanah sehingga tekanan hidrostatis di bawah permukaan tanah berkurang sebesar hilangnya airtanah tersebut. Selanjutnya akan terjadi pemampatan lapisan akuifer.

Ketergantungan warga Jakarta pada penggunaan air tanah mencapai 60% dari jumlah air yang dibutuhkan, karena pemerintah hanya mampu menyediakan 40% dari jumlah air bersih yang dibutuhkan.
Kebijakan yang diperlu di laksanakan yaitu bagaimana pemerintah dalam pengembangan teknologi daur ulang air untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga Jakarta, sehingga pengambilan air tanah dapat dikurangi.

2.Berat Bangunan
Banyak populasi manusia yang bermukim di DKI Jakarta memberikan beban dalam besaran tertentu terhadap tanah di jakarta, sehingga penurunan tanah menjadi lebih besar.
Dalam hal ini demi mengurangi dampak yang disebabkan oleh beban kota, tentu saja perlu mengurangi populasi manusia yang bermukim di daerah Jakarta. Tapi hal itu bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan karena Jakarta menjadi pusat perokonomian maupun pemerintahan di Indonesia sehingga banyak masyarakatnya yang bermukin didaerah Jakarta.
Kebijakan yang dapat dilakukan untuk menangani masalah ini adalah dengan menyisir ulang bangunan-bangunan yang ada di Jakarta dan melihat apakah ada bangunan yang tidak memiliki izin dan jika memungkinkan bangunan itu lebih baik dihancur kan dan dijadikan ruang terbuka hijau untuk menjadi daerah resapan air.


3.Faktor Alam
Siklus geologi & sedimentasi daerah cekung.
Proses sedimentasi batuan akan berakhir di daerah pantai atau di laut, proses sedimentasi ini akan mengakibatkan tanah/batuan di permukaan relative lebih lunak. Hal ini lah yang terjadi di Jakarta utara. Pernuruan tanah yang terjadi di Jakarta utara lebih besar dibandingkan dengan daerah lain, hal ini terjadi juga karena faktor sedimentasi tersebut. Dalam hal ini faktor alam bukan menjadi prioritas untuk diselesaikan karena faktor alam hanya memiliki dampak yang kecil dan jika manusia mampu untuk mengurangi extraksi air tanah maka dampak dari alam akan seimbang dengan sendirinya.


Senin, 02 Maret 2020

Teori Penelitian

Teori Elit

C. Wright Mills menggambarkan bahwa konsep elite tidak pernah lepas dari politik. Jika politik identik dengan urusan kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan publik, dan alokasi maka elite adalah sekelompok kecil orang-orang yang terlibat di dalam urusan-urusan tersebut. Dalam studi ilmu politik, seberapa besar pengaruh elite dapat terlihat dari perdebatan antara teori elite dan pluralisme. Teori elite membantah pandangan pluralisme klasik yang menganggap bahwa kekuasaan didistribusikan dengan setara. Menurut para ilmuwan yang mencetuskan teori elite klasik (Pareto, Mosca, Michels hingga Weber), kekuasaan justru terkonsentrasi di dalam sedikit kelompok atau individu. Dalam konsep teori elit ini kita bisa sandingkan dengan penelitian kami tentang kebijakan pemerintah dalam penanganan air didalam tanah, yang dimana dalam hal ini para sekelompok elit di dalam pemerintahan itu lah yang sangat berperan penting dalam penanganan kebijakan ini. Karena dengan baik nya kinerja sekelompok kecil elit di pemerintahan ini, akan membuat sebuah berubahan atau dampak yang baik bagi masyarakat dan kebijakan perkotaan pada khususnya.


Teori Rezim
Teori rezim perkotaan telah menjadi paradigma dominan dalam bidang perkotaan politik dan kebijakan untuk lebih dari satu dekade. Pada awalnya konsep ini digunakan untuk menjelaskan antar sektor publik dan sektor swasta di Kota-kota Amerika yang kemudian mengalami perkembangan penggunaan sebagai alat analisis yang juga relevan digunakan untuk melihat berbagai pengaturan berbeda pada tingkat regional (Leo 1998; Clarke 1999). Konsep ini telah digunakan untuk menganalisa apa atau bagaimana berbagai kepentingan dimasukkan ke dalam pemerintahan oleh koalisi wanita (Turner 1995), isu tentang lesbian dan gay (Bailey 1999), isu tentang AfrikaAmerika (Whelan, Young, dan Lauria 1994), isu lingkungan (Ferman 1996), dan juga isu tentang kelas menengah hitam di dari Atlanta (stone 1989). Evolusi konsep rezim perkotaan terjadi pada berbagai aspek melalui berbagai pertanyaan-pertanyaan baru yang diaplikasikan pada berbagai bidang kehidupan di wilayah perkotaan.

Pada awalnya, teori ini, sebagaimana yang dinyatakan oleh Dowding et al. (1999) lebih menunjukkan diri sebagai konsep atau model daripada teori karena masih memiliki kemampuan terbatas untuk menjelaskan atau memprediksi variasi dalam pembentukan rezim, pemeliharaan, atau perubahan (lihat DiGaetano 1997; Lauria 1997a; Orr dan Stoker 1994). Oleh karena itu, beberapa modifikasi yang telah diusulkan dalam upaya untuk mengintegrasikan perspektif lain ke dalam analisis rezim untuk meningkatkan ruang penjelasan atau prediksi teori ini (lihat Lauria 1997b). Berbagai akumulasi yang dilakukan dalam upaya memperluas ruang analisa tersebut kemudian menjadi cara lain yang sangat penting dalam memperluas penjelasan tentang kekuasaan. Analisis dalam teori ini memandang kekuasaan sebagai suatu hal yang terfragmentasi. Dalam hal ini rezim terkait dengan sutau pengaturan yang bersifat kolaboratif di mana pemerintah, pelaku swasta membentuk suatu pola hubungan tertentu terkait dengan adanya kapasitas memerintah yang dimiliki oleh pemerintah yang ada. Adapun alasan paling utama terjadinya fragmentasi dalam rezim adalah karena adanya pembagian kerja antara pasar dan negara
(Elkin 1987). 4 Dalam hal ini keberadaan rezim dalam kebijakan pembangunan perkotaan dipandang sebagai suatu sumber daya yang dibutuhkan oleh pemerintah dan juga pelaku bisnis agar memiliki legitimasi dalam menentukan proses pembuatan kebijakan. Kondisi tersebut membuat Stone (1993) menggambarkan regime teori sangat kental dengan perspektif politik ekonomi yang menolak asumsi pluralis yang memadang pemerintah sebagai otoritas yang memadai untuk membuat dan melaksanakan kebijakan secara mandiri, serta asumsi strukturalis yang menyatakan bahwa kekuatan ekonomi menentukan kebijakan.

Daftar Pustaka
Mossberger, Karen and Gerry Stoker. 2001. The evolution of Urban Regime Theory ; the Challenge of
Conceptualization. Urban Affairs Review, Vol. 36, No. 6, July 2001.

Data Penurunan Tanah Jakarta

Data penurunan tanah di Jakarta

                                                 
Sumber Gambar: BBC News Indonesia

Gambar diatas merupakan peta penurunan tanah yang terjadi di wilayah Jakarta pada tahun 2017, penurunan tanah ini diprediksi akan menenggelamkan wilayah Jakarta Utara hingga 95% pada tahun 2050. namun Penurunan tanah tidak hanya terjadi di Jakarta Utara, tetapi di seluruh DKI Jakarta. Jakarta Barat turun sampai 15cm per tahun. Jakarta Timur, 10cm setiap tahunnya. Penurunan tanah sedalam 2cm terjadi di Jakarta Pusat. Sementara, di Jakarta Selatan penurunannya sekitar 1cm per tahun.
Heri Andreas adalah salah satu doktor geodesi ITB yang melakukan penelitian dalam masalah ini dan menyatakan bahwa penurunan tahan yang ada di Jakarta merupakan salah satu penurunan tanah yang terbesar didunia yaitu hingga 2,5 meter per sepuluh tahunnya.





Kedua gambar diatas merupakan prediksi penurunan tanah di Jakarta berdasarkan penelitian tim geodesi ITB.

Penyebab penurunan tanah di Jakarta yang utama yaitu disebabkan oleh penggunaan air tanah yang berlebihan, kebutuhan warga jakarta terhadap air 60% nya bergantung pada penggunaan air tanah karena PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) hanya mampu menyediakan 40% saja.




Sumber Gambar: BBC News Indonesia

Gambar diatas merupakan bukti penurunan tanah yang terjadi di beberapa kecamatan yang ada di Jakarta, permukaan tanah di Jakarta akan terus menurun seiring berjalannya waktu dan wilayah Jakarta akan berada di bawah permukaan air laut jika pemerintah tidak mempu melakukan suatu pencegahan sampai tahun 2050.

Penghentian eksploitasi air tanah, menurut sang doktor, harus segera dilakukan. Pasalnya gejala penurunan tanah semakin memburuk dan tidak lagi sulit dicari, khususnya di Jakarta Utara.

Sumber Data Berita: https://www.bbc.com/indonesia/resources/idt-3928e4ca-f33b-4657-aa35-98eb5987f74e
Data Penelitian: Geodesi ITB
Research Policy - Political Science Department UPNVJ

Selasa, 25 Februari 2020

Senin, 24 Februari 2020

Penjelasan Fenomena Masalah Menurut Ilmu Geofisika dan Geologi



Penurunan Muka tanah di jakarta
Faktor Penyebab Terjadinya Penurunan Muka Tanah
Berdasarkan Whittaker and Reddish, 1989 dalam Metasari 2010, secara umum faktor
penyebabnya antara lain  :
1.      Penurunan tanah alami (natural subsidence)
Penurunan yang disebabkan oleh proses – proses geologi seperti siklus geologi, sedimentasi daerah cekungan dan sebagainya. Beberapa penyebab
terjadinya penurunan tanah alami bisa digolongkan menjadi :
a. Siklus Geologi
Penurunan muka tanah terkait dengan siklus geologi. Proses – proses yang terlihat dalam siklus geologi adalah : pelapukan (denuation), pengendapan (deposition), dan pergerakan kerak bumi (crustal movement). Adapun keterkaitannya yaitu pelapukan bisa disebabkan olehair seperti pelapukan batuan karena erosi baik secara mekanis maupun kimia, oleh perubahan temperature yang mengakibatkan terurainya permukaan batuan, oleh angin terutama di daerah yang kering dan gersang karena pengaruh glacial dan oleh gelombang yang biasanya terjadi di daerah pantai (abrasi).
b. Sedimentasi Daerah Cekungan
Biasanya daerah Cekungan terdapat di daerah – daerah tektonik lempeng terutama di dekat perbatasan lempeng. Sedimen yang terkumpul di Cekungan semakin lama semakin banyak dan menimbulkan beban yang bekerja semakin meningkat, kemudian proses kompaksi sedimen tersebut menyebabkan terjadinya penurunan pada permukaan tanah. Sebagian besar penurunan muka tanah akibat faktor ini adalah :
·Adanya gaya berat dari beban yang ditimbulkan oleh endapan dan juga ditambah dengan air
menyebabkan kelenturan pada lapisan kerak bumi.
·Aktivitas internal yang menyebabkan naiknya temperature kerak bumi dan
kemudian mengembang menyebabkan kenaikan pada permukaan pada permukaan
tanah. Setelah itu proses erosi dan pendinginan kembali menyebabkan penurunan muka tanah.
·Karakteristik deformasi dari lapisan tanah yang berkaitan dengan tekanan – tekanan yang
Ada

2. Penurunan tanah akibat pengambilan air tanah (groundwater extraction)
Pengambilan airtanah secara besar – besaran yang melebihi kemampuan
pengambilannya akan mengakibatkan berkurangnya jumlah airtanah pada suatu lapisan
akuifer. Hilangnya airtanah ini menyebabkan terjadinya kekosongan pori – pori tanah
sehingga tekanan hidrostatis di bawah permukaan tanah berkurang sebesar hilangnya airtanah
tersebut. Selanjutnya akan terjadi pemampatan lapisan akuifer.
ANDING

3. Penurunan akibat beban bangunan (settlement)
Tanah memiliki peranan penting dalam pekerjaan konstruksi. Tanah dapat menjadi pondasi pendukung bangunan atau bahan konstruksi dari bangunan itu sendiri seperti tanggul atau bendungan. Penambahan bangunan di atas permukaan tanah dapat menyebabkan lapisan di bawahnya mengalami pemampatan. Pemampatan tersebut disebabkan adanya deformasi
partikel tanah, relokasi partikel, keluarnya air atau udara dari dalam pori, dan sebab lainnya
yang sangat terkait dengan keadaan tanah yang bersangkutan. Proses pemampatan ini pada
akhirnya menyebabkan terjadinya penurunan permukaan tanah. Secara umum penurunan
tanah akibat pembebanan dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Penurunan konsolidasi yang merupakan hasil dari perubahan volume tanah jenuh
air sebagai akibat dari keluarnya air yang menenpati pori – pori air tanah.
b. Penurunan segera yang merupakan akibat dari deforamasi elastik tanah kering, basah, dan jenuh air tanpa adanya perubahan kadar air.

TEKNIK PEMANTAUAN  LAND SUBSIDENCE
1.     Dengan metode geofisika di bidang teknik dan lingkungan
2.     GPS
3.     Georadar





Literature Review (Land Subsidence in Jakarta)


Urban Problem Research
Literature Review
Policy Research, Land Subsidence in Jakarta.
Political Science Student Research
Political Science Department UPN Veteran Jakarta

Penelitian kali ini akan membahas tentang masalah perkotaan yang terjadi di Jakarta dan juga terjadi dibeberapa kota lainnya di dunia, yaitu penurunan permukaan tanah. Dalam penelitian ini akan melibatkan beberapa bidang ilmu yaitu ilmu politik-kebijakan publik, geofisika, geologi dan matematika.

metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian kualitatif - Policy Research yang terbagi menjadi dua tahapan yaitu:
1.     Subject dan Output
Analisis kebijakan yang sudah berjalan dan bagaimana dampak dari kebijakan tersebut dalam penyelesaian suatu masalah publik.
2.     Implementation

Dalam proses analisis kebijakan menghasilkan rekomendasi kebijakan yang baru, dan dalam proses ini bagaimana si peneliti menjelaskan proses pengimplementasian rekomendasi kebijakan tersebut.

Dalam buku Understanding Public Policy karangan Thomas R. Dye edisi yang ke-14 menyebutkan terdapat tiga poin penting yang dapat dipelajari dari kebijakan publik yaitu deskripsi, penyebab, dan konsekuensi atau dampak. Yang pertama, bagaimana kita mendekripsikan kebijakan publik itu apa yang dilakukan dan apa yang tidak dilakukan oleh pemerintah entah dibidang Pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup dan bidang-bidang lainnya dalam kehidupan bermasyarakat. Yang kedua, apa penyebab sehingga kebijakan publik itu perlu dikeluarkan dan bagaimana peran institusi pemerintahan dalam pembuatan kebijakan tersebut. Yang ketiga, bagaimana dampak yang timbul setelah kebijakan tersebut diberlakukan dan pada proses mempelajari dampak ini akan sangat mengarah bagaimana proses evaluasi selanjutnya dari suatu kebijakan tersebut.
Memahami kebijakan publik seperti juga memahami seni dan kerajinan.[1] Karena memahami kebijakan publik membutuhkan pengetahuan yang luas dan kreativitas, bagaimana si pembuat kebijakan mampu membayangkan permasalahan dari berbagai sudut pandang dan bagaimana konsep yang dibayangkan untuk menciptakan kebijakan yang mampu memperbaiki masalah bukan malah memperburuknya. Menciptakan kebijakan publik memang bukan perkara mudah, meskipun sudah terdapat cara-cara tertentu didalam buku maupun banyak contoh kebijakan terdahulu yang pernah dibuat tetap saja jika waktu dan tempat berbeda maka kebijakan publik bagi suatu masalah akan berbeda juga pembuatannya. Pembuatan kebijakan publik tidak akan baik jika dilakukan hanya satu arah oleh sebab itu dalam pembuatannya sebaiknya melibatkan ilmu ekonomi, ilmu politik, ilmu administrasi publik, hukum dan bidang-bidang ilmu lainnya yang terkait. Selain itu yang tidak kalah penting untuk dilibatkan adalah rakyat dan kaum yang terdampak oleh kebijakan itu sendiri. Dalam kenyataannya pembuat kebijakan merupakan orang-orang kaum elit yang memiliki tanggung jawab untuk membuat kebijakan yang berdampak luas, sehingga para pembuat kebijakan akan sangat bergantung pada pihak-pihak lain yang mampu memberikan sudut pandang yang lebih untuk proses pembuatan kebijakan. Sebelum memutuskan seperti apa kebijakan yang akan ditetapkan si pembuatn kebijakan harus mampu merumuskan masalah tersebut lalu apa-apa sajakah metode perumusan masalah itu sendiri? bagaimana pemaksimalan pembuatan kebijakan untuk mencapai hasil yang memiliki dampak yang baik? Bagaimana publik dilibatkan dalam proses pembuatannya? Suatu permasalahan akan semakin bermasalah jika kebijakan yang diciptakan tidak melibatkan publik, meskipun kebijakan itu memiliki tujuan yang baik tetapi publik akan sulit untuk mengerti tujuan itu sehingga akan sulit untuk mempercayai pemerintah dan mudah dipengaruhi oleh pihak lain. Terlepas dari itu bagaimana Institusi Pemerintahan Indonesia membuat kebijakan? Dan bagaimana seharusnya masyarakat mampu melibatkan diri dalam pembuatan kebijakan? Khususnya kaum pemuda seperti mahasiswa.
Dalam membuat kebijakan publik proses yang dilalui umumnya terdiri dari lima tahapan, yaitu[2]:
·      Identifikasi Masalah (Preference Identification)
·      Menyusun Skala Prioritas (Agenda Setting)
·      Rancangan Kebijakan (Alternative Specification)
·      Implementasi (Implementation)
·      Evaluasi (Evaluation)
Dalam tahapan secara umum terdapat lima tahap yang perlu dilakukan pemerintah dalam proses pembuatan kebiajakan, namun dalam penelitian kami saat ini kami hanya perlu menyelesaikan sampai tahapan yang ketiga yaitu membuat rancangan kebijakan atau rekomendasi kebijakan, sehingga hal yang perlu diperhatikan adalah identifikasi masalah, metode perbandingan, kebijakan dan dampak.
            Dalam pembuatan kebijakan tentunya melibatkan lebih dari satu bidang ilmu pengetahuan, pada penelitian ini yang mengambil masalah tentang penurunan tanah akan melibatkan ilmu geofisika dan geologi dalam penjelasan fenomena tersebut, terdapat 3 faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi Berdasarkan Whittaker and Reddish, 1989 dalam Metasari 2010, secara umum factor penyebabnya antara lain  :
1.      Penurunan tanah alami (natural subsidence)
Penurunan yang disebabkan oleh proses – proses geologi seperti siklus geologi, sedimentasi daerah cekungan dan sebagainya. Beberapa penyebab
terjadinya penurunan tanah alami bisa digolongkan menjadi :
a. Siklus Geologi
Penurunan muka tanah terkait dengan siklus geologi. Proses – proses yang terlihat dalam siklus geologi adalah : pelapukan (denuation), pengendapan (deposition), dan pergerakan kerak bumi (crustal movement).
b. Sedimentasi Daerah Cekungan
Biasanya daerah Cekungan terdapat di daerah – daerah tektonik lempeng terutama di dekat perbatasan lempeng. Sedimen yang terkumpul di Cekungan semakin lama semakin banyak dan menimbulkan beban yang bekerja semakin meningkat. 
2. Penurunan tanah akibat pengambilan air tanah (groundwater extraction)
Pengambilan airtanah secara besar – besaran yang melebihi kemampuan pengambilannya akan mengakibatkan berkurangnya jumlah air tanah pada suatu lapisan akuifer. Hilangnya airtanah ini menyebabkan terjadinya kekosongan pori – pori tanah sehingga tekanan hidrostatis di bawah permukaan tanah berkurang sebesar hilangnya airtanah tersebut.

3. Penurunan akibat beban bangunan (settlement)
Tanah memiliki peranan penting dalam pekerjaan konstruksi. Tanah dapat menjadi pondasi pendukung bangunan atau bahan konstruksi dari bangunan itu sendiri seperti tanggul atau bendungan. Penambahan bangunan di atas permukaan tanah dapat menyebabkan lapisan di bawahnya mengalami pemampatan.

Penurunan tanah yang dialami Jakarta bukanlah permasalahan yang hanya di hadapi oleh kota Jakarta, Belanda memiliki permasalahan yang sama dalam mengeolah kota, sebagian besar kota yang memiliki tinggi permukaan air melebihi tinggi permukaan tanah, sehingga membuat pemerintah harus mengnangaini permasalahan air dengan sangat serius. Proses daur ulang air di Belanda menjadi salah satu yang terbaik di dunia sehingga masyarakat tidak bergantung dengan air tanah dan akhirnya dapat mengurangi penurunan tinggi tanah.  
Pada tahun 2001, Kementerian Transportasi, Pekerjaan Umum dan Manajemen Air telah mengeluarkan "Pendekatan yang Berbeda dengan Kebijakan Manajemen Air dan Air di Abad ke-21", yang menguraikan posisi Kabinet tentang kebijakan pengelolaan air di abad ke-21. Prinsip-prinsip berikut memandu Kabinet dalam menyusun pendekatannya untuk memastikan keamanan dan mengurangi masalah terkait air:
·      Warga tidak cukup mengenali dan mengetahui masalah yang terkait dengan air. Kabinet harus mengkomunikasikan sifat dan ruang lingkup risiko ini dengan lebih baik dan, selain dari upayanya sendiri, menawarkan kepada individu kesempatan untuk berkontribusi pada pengurangan risiko.
·      Perlunya pendekatan baru untuk memastikan keselamatan dan mengurangi masalah terkait air yang didasarkan pada tiga prinsip dasar: (i) mengantisipasi dari pada sudah terjadi; (ii) tidak memperpanjang masalah pengelolaan air, dengan mengikuti strategi tiga langkah (mempertahankan, menyimpan dan mengeringkan), dan tidak meneruskan tanggung jawab administratif; (iii) mengalokasikan lebih banyak ruang untuk air sehingga dapat menggunakan teknologi untuk membantu.
·      Selain menerapkan langkah-langkah teknologi, mengalokasikan lebih banyak ruang untuk (sesekali) penyimpanan air diperlukan. Jika memungkinkan, ruang ini juga harus melayani tujuan lain yang kompatibel dengan penyimpanan air.
·      'Uji air' harus dapat mencegah penurunan bertahap pada ruang yang ada yang dialokasikan untuk air melalui, misalnya, pelaksanaan proyek di bidang penggunaan lahan, infrastruktur, atau konstruksi perumahan. Rincian lebih lanjut dapat ditemukan di Pameran NL-1.
·      Pendekatan pengelolaan air yang baru menempatkan tuntutan baru pada pengetahuan tentang infrastruktur
·      Kabinet, otoritas provinsi, dewan air dan otoritas kota semua bertanggung jawab untuk memastikan keselamatan dan membatasi masalah terkait air. Perjanjian administratif tentang pembagian peran dan kerja sama harus memastikan implementasi tindakan yang cepat dan efektif.
·      Perkembangan dalam perubahan iklim dan penurunan muka tanah dan pendekatan baru ini membutuhkan investasi tambahan yang berulang baik dalam sistem pengelolaan air utama dan regional.
Pada tahun yang sama, Rencana Struktur Ruang Hijau kedua telah dirilis, yang menawarkan indikasi tentang bagaimana menggabungkan implementasi langkah-langkah di daerah pedesaan untuk meningkatkan keselamatan dan pencegahan banjir dengan langkah-langkah untuk tujuan seperti meningkatkan kualitas air, memerangi penurunan muka air., merekonstruksi daerah pedesaan dan meningkatkan infrastruktur ekologis











Sumber Pustaka
Dye, Thomas R. Understanding Public Policy. Edinburgh, Pearson Education Limited 2014. Fourteenth Edition
Barrilleaux, Charles. dkk. Democratic Policymaking an Analytic Approach. Cambridge University Press. 2017.
Environmental Protection Department
Ref. SA 07-002 Review of the International Water Resources Management Policies and
Actions and the Latest
Practice in their Environmental Evaluation and Strategic Environmental Assessment



[1] Thomas R. Dye, Understanding Public Policy. Edinburgh, Pearson Education Limited 2014. Fourteenth Edition.. hal. 11.
[2] Charles Barrilleaux, dkk. Democratic Policymaking an Analytic Approach. Cambridge University Press. 2017. Hal. 5.