Teori Penelitian
Teori Elit
Teori Rezim
Conceptualization. Urban Affairs Review, Vol. 36, No. 6, July 2001.
C. Wright Mills menggambarkan bahwa konsep elite tidak pernah lepas dari politik. Jika politik identik dengan urusan kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan publik, dan alokasi maka elite adalah sekelompok kecil orang-orang yang terlibat di dalam urusan-urusan tersebut. Dalam studi ilmu politik, seberapa besar pengaruh elite dapat terlihat dari perdebatan antara teori elite dan pluralisme. Teori elite membantah pandangan pluralisme klasik yang menganggap bahwa kekuasaan didistribusikan dengan setara. Menurut para ilmuwan yang mencetuskan teori elite klasik (Pareto, Mosca, Michels hingga Weber), kekuasaan justru terkonsentrasi di dalam sedikit kelompok atau individu. Dalam konsep teori elit ini kita bisa sandingkan dengan penelitian kami tentang kebijakan pemerintah dalam penanganan air didalam tanah, yang dimana dalam hal ini para sekelompok elit di dalam pemerintahan itu lah yang sangat berperan penting dalam penanganan kebijakan ini. Karena dengan baik nya kinerja sekelompok kecil elit di pemerintahan ini, akan membuat sebuah berubahan atau dampak yang baik bagi masyarakat dan kebijakan perkotaan pada khususnya.
Teori rezim perkotaan telah menjadi paradigma dominan dalam bidang perkotaan politik dan kebijakan untuk lebih dari satu dekade. Pada awalnya konsep ini digunakan untuk menjelaskan antar sektor publik dan sektor swasta di Kota-kota Amerika yang kemudian mengalami perkembangan penggunaan sebagai alat analisis yang juga relevan digunakan untuk melihat berbagai pengaturan berbeda pada tingkat regional (Leo 1998; Clarke 1999). Konsep ini telah digunakan untuk menganalisa apa atau bagaimana berbagai kepentingan dimasukkan ke dalam pemerintahan oleh koalisi wanita (Turner 1995), isu tentang lesbian dan gay (Bailey 1999), isu tentang AfrikaAmerika (Whelan, Young, dan Lauria 1994), isu lingkungan (Ferman 1996), dan juga isu tentang kelas menengah hitam di dari Atlanta (stone 1989). Evolusi konsep rezim perkotaan terjadi pada berbagai aspek melalui berbagai pertanyaan-pertanyaan baru yang diaplikasikan pada berbagai bidang kehidupan di wilayah perkotaan.
Pada awalnya, teori ini, sebagaimana yang dinyatakan oleh Dowding et al. (1999) lebih menunjukkan diri sebagai konsep atau model daripada teori karena masih memiliki kemampuan terbatas untuk menjelaskan atau memprediksi variasi dalam pembentukan rezim, pemeliharaan, atau perubahan (lihat DiGaetano 1997; Lauria 1997a; Orr dan Stoker 1994). Oleh karena itu, beberapa modifikasi yang telah diusulkan dalam upaya untuk mengintegrasikan perspektif lain ke dalam analisis rezim untuk meningkatkan ruang penjelasan atau prediksi teori ini (lihat Lauria 1997b). Berbagai akumulasi yang dilakukan dalam upaya memperluas ruang analisa tersebut kemudian menjadi cara lain yang sangat penting dalam memperluas penjelasan tentang kekuasaan. Analisis dalam teori ini memandang kekuasaan sebagai suatu hal yang terfragmentasi. Dalam hal ini rezim terkait dengan sutau pengaturan yang bersifat kolaboratif di mana pemerintah, pelaku swasta membentuk suatu pola hubungan tertentu terkait dengan adanya kapasitas memerintah yang dimiliki oleh pemerintah yang ada. Adapun alasan paling utama terjadinya fragmentasi dalam rezim adalah karena adanya pembagian kerja antara pasar dan negara
(Elkin 1987). 4 Dalam hal ini keberadaan rezim dalam kebijakan pembangunan perkotaan dipandang sebagai suatu sumber daya yang dibutuhkan oleh pemerintah dan juga pelaku bisnis agar memiliki legitimasi dalam menentukan proses pembuatan kebijakan. Kondisi tersebut membuat Stone (1993) menggambarkan regime teori sangat kental dengan perspektif politik ekonomi yang menolak asumsi pluralis yang memadang pemerintah sebagai otoritas yang memadai untuk membuat dan melaksanakan kebijakan secara mandiri, serta asumsi strukturalis yang menyatakan bahwa kekuatan ekonomi menentukan kebijakan.
Daftar Pustaka
Mossberger, Karen and Gerry Stoker. 2001. The evolution of Urban Regime Theory ; the Challenge ofConceptualization. Urban Affairs Review, Vol. 36, No. 6, July 2001.
0 komentar:
Posting Komentar